Mungkin Saja


Hari ini adalah hari pertama di bulan Oktober. Rasanya bulan Oktober akan menjadi bulan yang penuh kesibukan. Terbukti antrian TransJakarta belakangan ini sangat padat. Baik pagi dan sore menjelang malam. Saya yang hari ini baru pulang kuliah, ingin rasanya menceritakan apa yang terjadi di dalam bis tadi.

Saya pulang dengan beban tas yang tidak ringan. Sampai di halte dukuh atas, seperti biasa, sudah ada lautan manusia. Wajah mereka lelah. Celingak-celinguk menanti bis yang tak kunjung datang. Saya membaur kedalam antrian. Ada wanita paruh baya yang kalau dilihat sekejap mata saja semua orang Indonesia sudah tahu bahwa dia warga negara asing (WNA). Belakangan ini sudah cukup sering saya melihat para WNA ikut membaur dalam antrian seperti ini. Wanita WNA ini termasuk tipe yang penyabar. Dia terlihat diam saja meski saya yakin ada kesan tersendiri dengan situasi ini. Ada WNA lain yang pernah saya lihat mengeluh dengan berbicara komat-kamit karena bis datang terlambat.Well, sir, “enjoy” Jakarta…

Di dalam bis, seperti biasa pula, kalau sudah malam, tidak dapat tempat duduk. Bis berjalan melaju ke halte berikutnya. Ditengah penuh sesaknya penumpang, masuklah ibu-ibu hamil yang tidak mendapat tempat duduk. Mas-mas penjaga pintu memohon kepada penumpang ibu-ibu yang duduk untuk memberi tempat kepada seorang ibu hamil. Anggaplah bis terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah sarang wanita, yaitu bagian kursi dekat pengemudi. Saya sedang berada dibagian ini. Bagian belakang yang dekat pintu belakang. Sisanya bagian tengah. Mas-mas ini sedang memohon kepada bagian pertama.

Ternyata, MEMBUTUHKAN WAKTU LAMA untuk bernegosiasi dengan para wanita yang duduk, yang berada didepan saya. Saya yang lelah menjadi marah, karena para wanita itu TIDAK ADA YANG MAU memberi bangku untuk SEORANG IBU YANG HAMIL. Ada yang DIAM saja ketika ditegur (iya… diam saja. setidaknya ia bicara memberi tanggapan, itu lebih baik), ada yang beralasan membawa barang yang berat. Ada yang tadi matanya melek menjadi tertidur. Akhirnya ibu hamil tadi “dioper” ke bagian tengah. Si mas-mas menyerah. Sang ibu berjalan mencari orang yang mau menolongnya.

Kupikir setiap wanita berhati sama…

Ah… Apa saya punya hak untuk marah? Mungkin saja mereka benar-benar capek. Mungkin saja mereka menyimpan energi untuk nanti bekerja lagi.

Ya… mungkin saja.

*Sepertinya saya harus lebih banyak beristighfar dan… berpikir positif

2 thoughts on “Mungkin Saja

  1. Iya da.. begitu juga saya yang sekarang telah menjadi warga Kab. Bogor, menempuh jarang lebih dari 50 km untuk satu kali perjalanan pergi berangkat kerja.
    Yang repotnya nih jika pulang kerja, karena terkadang bus-nya udah ga ada, lama menunggu bus sepertinya sudah jadi hal biasa, saya hanya berusaha sadar bahwa “inilah Jakarta” atau berkata “inikah Jakarta?” ^^

    memang bener-bener harus ekstra sabar ^^

Leave a reply to Prasetyo Muchlas Cancel reply